Rss Feed
  1. Facebook Wujudkan Individualisme

    Sabtu, 17 Oktober 2009

    Feri dan Dani adalah rekan kerja di sebuah perusahaan advertising. Dalam perusahaan tersebut, Feri dan Dani dituntut untuk sering berdiskusi karena mereka adalah tim kreatif. Interaksi di antara mereka memang sering terjadi, diskusi tentang pekerjaan hingga kehidupan pribadi pun kerap dilakukan. Namun sayang, interaksi yang dilakukan tidak melalui tatap muka, melainkan melalui sebuah situs jejaring sosial bernama FACEBOOK. Feri merasa pembicaraan tatap muka dengan Dani tidak pernah berjalan lancar, dikarenakan kesibukan Dani dengan handphone canggihnya yang membuat Dani selalu online kapanpun dan dimanapun. Jadi, menurut Feri pembicaran melalui situs pertemanan tersebut lebih efektif.


    Cerita di atas hanyalah ilustrasi yang dialami banyak orang saat ini dan mungkin Anda salah satunya. Kecenderungan seseorang menggunakan facebook sebagai media komunikasi membuat interaksi tatap muka nyas dengan orang lain tidak baik. Dari ilustrasi di atas kita dapat simpulkan bahwa Dani lebih sering konsentrasi dengan handphone canggihnya yang selalu digunakan mengakses internet khususnya facebook. Sehingga, dalam pertemuan-pertemuan langsung dengan orang lain, Dani lebih memperhatikan handphone nya daripada orang yang sedang berbicara dengannya.


    Tak salah jika dikatakan bahwa facebook menciptakan manusia-manusia individualis. Manusia-manusia yang merasa bahwa facebook sudah cukup untuk menjalin komunikasi meskipun tanpa tatap muka.


    Keberadaan facebook memang telah mengubah perilaku komunikasi masyarakat. Hal ini sesuai dengan teori cultural studies yang salah satu cirinya adalah menempatkan teori kritis sebagai analisa. Pengertian teori kritis disini mencakup metode metadisiplin (beberapa ilmu alat yang dipertemukan, seperti semiotika, filologi, hermenetika, dan sebagainya) dan post-disciplinary (mengabaikan ilmu alat ketika analisa dirasakan telah mencapai upaya membangun teori baru). cultural studies akan menggiring kita kepada pemahaman bahwa setiap era (age), lokalitas, dan konteks masyarakat memiliki libido sosial yang tidak seragam.


    Cultural studies memberikan pemahaman bahwa setiap era itu mempunyai "kebudayaan" yang berbeda pula. Coba kita lihat dari kenyataan, dahulu handphone adalah alat komunikasi yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Tapi sekarang kita lihat hampir seluruh masyarakat dunia menggunakan handphone, begitu juga dengan facebook. Mengapa dikatakan mengubah shift perilaku manusia? karena, di zaman ini, facebook seperti sebuah kebutuhan bahkan banyak yang sangat kecanduan.


    Manusia pengguna facebook mempunyai tambahan kesibukan sendiri untuk membuka facebook di era kini (now age). Sesuai sama theory cultural studies, bahwa setiap era itu mempunyai libido yang berbeda. Mungkin di masa yang akan datang, kebudayaannya akan berubah sesuai dengan perkembangan jaman.



    Hubungan Komunikasi Tatap Muka dan Moral


    Berdasarkan sebuah riset yang dilansir di Proceedings of the National Academy of Sciences Online Early Edition, emosi sangat erat kaitannya dengan kemampuan moral untuk mencerna berita serta sejumlah kejadian di dunia nyata.


    Aktivitas lain seperti membaca buku dan menemui teman-teman, bisa menonjolkan sisi moral manusia. Para ahli memperingatkan masalah ini bisa menyebarluas atau 'menulari' manusia lainnya. Terutama anak-anak yang otaknya masih berkembang.


    "Jika suatu hal berjalan dengan terlalu cepat, maka Anda tak akan mengalami sebuah emosi yang terkait dengan kondisi psikologi seseorang dan tak akan ada implikasinya ke moral seseorang," tutur dosen University of Southern California yang juga salah satu periset, Mary Helen.


    Studi tim Helen ini mempelajari respons manusia terhadap kisah-kisah nyata dalam kehidupan yang membutuhkan kasih manusia dalam menghadapi rasa sakit fisik dan sosial.


    Menurut sosiolog senior dari universitas yang sama, Manuel Castells, implikasi ini terlihat berbeda pada manusia yang berada dalam lingkungan digital. Ia mengkhawatirkan televisi atau permainan virtual yang arus informasinya mengalir begitu cepat.


    "Dalam sebuah kultur media, dimana kekerasan dan penderitaan tak ada usainya entah itu dalam fiksi maupun infotainment, ketidakpedulian pun terus meningkat," tutur Castells.


    Media digital bisa menyebabkan manusia makin jauh dari cara tradisional belajar nilai kemanusiaan. Atau cara interaksi sosial secara face-to-face. "Padahal pengalaman sosial membentuk interaksi antara tubuh dan fikiran yang membentuk masyarakat dengan moral yang kuat," katanya.


    Dunia elektronik yang ditawarkan internet memang menyimpan potensi keterhanyutan. Semakin kita akrab dengan dunia yang satu ini, semakin besar kemungkinan kita tercebur dan terhanyut di dalamnya. Semakin dekat kita, semakin susah kita untuk membedakan mana realitas maya, mana realitas sesungguhnya, karena realitas maya seringkali tampak lebih realistis dari realitas itu sendiri.


    Facebook sebagai fenomena komunikasi sosial dinilai sangat demokratis dikarenakan sangat horizontal. Namun, kalau tidak ada edukasi dan peringatan, facebook bisa menjadi virus yang melemahkan produktivitas dan menimbulkan individualisme dan ini kurang baik dalam konsep nation character building kita. Jadi facebook perlu didorong menjadi jaringan komunilasi sosial yang efektif dan produktif.
    (dimuat di Harian Global, 17 Oktober 2009)